Indonesia Kembalikan Buron Kasus Narkoba ke Korsel


Indonesia Kembalikan Buron Kasus Narkoba ke Korsel Ilustrasi sabu. (CNN Indonesia/ Feybien ramayanti).

Kementerian Hukum dan HAM mengekstradisi dua Warga Negara Asing yang menjadi buronan kasus narkoba di Korea Selatan. Direktur Otoritas Pusat Hukum Internasional Ditjen AHU Kemenkumham Tudiono mengatakan ekstradisi itu merupakan permintaan langsung dari pemerintah Korsel.

"Pemerintah Republik Korea (Selatan) menyampaikan permintaan ekstradisi tersebut, yang diajukan berdasarkan Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Republik Korea (Selatan)," ujar Tudiono dalam keterangan tertulis, Kamis (7/11).

Tudiono mengatakan dua WNA yang dideportasi ke Korsel berinisial AG asal Malaysia dan LTK asal Filipina. Keduanya diekstradisi ke Korsel lewat Bandara I Ngurah Rai, Bali, Kamis (7/11).

Lebih lanjut, Tudiono mengatakan kedua WNA ini disangka melakukan tindak pidana, yakni membawa masuk sabu. Narkotika golongan I jenis metamfetamina (methamphetamine) yang dibawa masuk ke Korsel itu seberat 2.050,46 gram ke dalam wilayah Korsel.

Hal tersebut melanggar Pasal 58 Undang-Undang Republik Korsel tentang Pengendalian Narkotika dan Pasal 11 Undang-Undang Republik Korsel tentang Hukum Tambahan mengenai Kejahatan Spesifik (Psikotropika).

Keduanya, kata Tudiono, ditangkap di wilayah Indonesia oleh Kepolisian RI merujuk Red Notice Interpol atas permintaan Kepolisian Republik Korea.

Terkait proses ekstradisi sendiri, Tudiono berkata, sudah berdasarkan Kepres Nomor 21 Tahun 2019 tanggal 26 Juli 2019 dan Kepres Nomor 19 Tahun 2019 tanggal 26 Juli 2019 yang mengabulkan permintaan ekstradisi terhadap AG dan LTK.

"Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia melaksanakan Keputusan Presiden tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," ujarnya.

Di sisi lain, Tudiono berkata ekstradisi ditindaklanjuti melalui rapat koordinasi antar kementerian dan lembaga pada hari Rabu, 25 September 2019. Hasil dari rapat itu, ia mengklaim Indonesia sepakat menyerahkan AG dan LTK pada 7 November 2019 di Kejaksaan Tinggi Bali sekitar pukul 15.00 WITA.

"Waktu dan tempat tersebut telah memperoleh persetujuan dari Pemerintah Republik Korea (Selatan)," ujar Tudiono.

Lebih dari itu, Tudiono menyampaikan pelaksanaan ekstradisi dihadiri dan disaksikan oleh perwakilan kementerian dan lembaga terkait penanganan ekstradisi AG dan LTK di Indonesia, di antaranya Wakil Kejaksaan Tinggi Bali Didik Farkhan Alisyahdi dan perwakilan Pemerintah Korsel. Direktur Otoritas Pusat dan Hukum Internasional Ditjen AHU menjadi perwakilan dari Pemerintah Indonesia dalam pelaksanaan ekstradisi tersebut.

"Pelaksanaan ekstradisi berjalan lancar dan berhasil berkat dukungan, kerja sama, dan sinergitas yang sangat baik dari berbagai kementerian dan lembaga terkait," ujarnya.



sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191107211103-12-446522/indonesia-kembalikan-buron-kasus-narkoba-ke-korsel
Share:

KPK Endus Aliran Dana Kasus Perdagangan Minyak Mentah


KPK Endus Aliran Dana Kasus Perdagangan Minyak Mentah Juru Bicara KPK Febri Diansyah di kantornya. (CNN Indonesia/Andry Novelino)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus aliran dana yang mengalir ke Direktur Utama PT Anugrah Pabuaran Regency, Lukma Neska, terkait kasus dugaan perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Service Pte. Ltd (PES).

Hal itu diketahui usai penyidik KPK merampungkan pemeriksaan terhadap Lukma untuk tersangka Managing Director PES periode 2009-2013, Bambang Irianto.

"KPK mendalami informasi terkait dengan aliran dana dari rekening perusahaan milik BTO [Bambang Irianto] di Singapura ke rekening saksi [Lukma Neska]," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Kamis (7/11).

KPK mengumumkan Bambang sebagai tersangka pada Selasa (10/9) usai melakukan penyidikan sejak Juni 2014. Dalam pemeriksaan perdana pada Selasa (5/11), penyidik KPK tidak langsung melakukan penahanan terhadap Bambang.
Bambang diketahui juga menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) sebelum diganti pada 2015. Adapun PES yang berkedudukan hukum di Singapura dan Petral di Hong Kong merupakan perusahaan subsidiari PT Pertamina.

Dua perusahaan itu dibentuk untuk melaksanakan kegiatan perencanaan, pengadaan, tukar menukar, penjualan minyak mentah, intermedia, serta produk kilang untuk komersial dan operasional.

Kasus ini bermula pada 2008, saat Bambang masih bekerja di kantor pusat PT Pertamina. Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif menjelaskan Bambang saat itu bertemu dengan perwakilan Kernel Oil Pte. Ltd. yang merupakan salah satu rekanan dalam perdagangan minyak mentah dan produk kilang untuk PES.

Lalu, saat Bambang menjabat sebagai Vice President (VP) Marketing, PES melaksanakan pengadaan dan penjualan minyak mentah serta produk kilang untuk kebutuhan PT Pertamina yang dapat diikuti oleh National Oil Company, Major Oil Company, Refinery, maupun trader.

Pada periode 2009-2012, perwakilan Kernel Oil Pte. Ltd. beberapa kali diundang dan menjadi rekanan PES dalam kegiatan impor dan ekspor minyak mentah untuk kepentingan PES.

"Tersangka BTO (Bambang Irianto) selaku VP Marketing PES membantu mengamankan jatah alokasi kargo Kernel Oil dalam tender pengadaan atau penjualan minyak mentah atau produk kilang," kata Laode.

Atas imbalannya, kata dia, Bambang menerima sejumlah uang yang diterima melalui rekening bank di luar negeri. Bahkan Bambang mendirikan SIAM Group Holding Ltd yang berkedudukan hukum di British Virgin Island yang diketahui sebagai Tax Heaven Services.

Melalui rekening SIAM, uang yang diterima Bambang sekurang-kurangnya US$2,9 juta.

Menindaklanjuti arahan Presiden yang meminta PT Pertamina melakukan peningkatan efisiensi dalam perdagangan minyak mentah dan BBM pada tahun 2012, maka PES mengacu kepada pedoman yang menyebut penetapan penjual dan pembeli yang hendak diundang untuk ikut dalam competitive building atau direct negotiation mengacu pada aturan yang telah ditetapkan oleh PT Pertamina dengan urutan prioritas: National Oil Company (NOC), Refiner/ Producer, dan Potential Seller/ Buyer.

Perusahaan yang menjadi rekanan PES seharusnya masuk ke dalam Daftar Mitra Usaha Terseleksi (DMUT), namun kenyataannya tidak begitu. Bambang bersama pejabat PES lainnya menentukan rekanan tender, satu di antaranya ialah NOC dan pada akhirnya menjadi pihak yang mengirim kargo untuk PES adalah Emirates National Oil Company (ENOC).

"Diduga ENOC merupakan 'perusahaan bendera' yang digunakan pihak perwakilan Kernel Oil. Tersangka BTO [Bambang] diduga mengarahkan untuk tetap mengundang NOC tersebut meskipun mengetahui bahwa NOC itu bukanlah pihak yang mengirim kargo ke PES/ Pertamina," tukas Laode.

Atas perbuatannya, Bambang disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.



sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191107205742-12-446518/kpk-endus-aliran-dana-kasus-perdagangan-minyak-mentah
Share:

Sandiaga Uno Disebut Tak Mau Diusulkan Jadi Cawagub DKI


Sandiaga Uno Disebut Tak Mau Diusulkan Jadi Cawagub DKI Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan (kiri) dan wakilnya, Sandiaga Uno saat pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta di Istana Kepresidenan di Jakarta, Indonesia, 16 Oktober 2017. (CNN Indonesia/Safir Makki)\


Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta M Taufik mengatakan mantan Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta Sandiaga Uno tak mau diusulkan menjabat lagi posisi yang telah dia lepas untuk mencoba menduduki posisi Wakil Presiden Indonesia periode 2019-2024.

Sandiaga maju ke bursa pemilihan presiden bersama Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto, selang tidak sampai setahun sejak dilantik jadi Wagub DKI pada 16 Oktober 2017.

Pasangan Prabowo-Sandiaga kalah di pemilihan presiden. Prabowo kini menjadi Menteri Pertahanan pada kepemimpinan kedua Presiden Joko Widodo sedangkan Sandiaga belum mengisi posisi strategis di pemerintahan.
Taufik menjelaskan Sandiaga tidak mau diusulkan mendampingi lagi Gubernur DKI Jakarta saat ini Anies Baswedan.

"Sandi gak mau. Udeh ngomonggak mau dia," ucap Taufik kepada Antara, Kamis (7/11).

Diketahui dari Taufik, Gerindra telah mengajukan empat nama baru calon Wagub DKI kepada PKS. Empat nama itu adalah Dewan Penasihat Gerindra Arnes Lukman, Waketum DPP Gerindra Ferry J Yuliantoro, Wasekjen DPP Gerindra Ariza Patria, dan Sekda DKI Jakarta Saefullah.

Taufik mengatakan keempat nama itu merupakan usulan dan belum ada respons dari PKS.

"Ini usulan kita ke dia. Boleh dong kita usulin. Karena kita lihat macet. Ini gimana kalau opsi itu diambil," ujar dia.



sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191108005249-12-446539/sandiaga-uno-disebut-tak-mau-diusulkan-jadi-cawagub-dki
Share:

Kemenkumham Godok Aturan untuk Rehabilitasi Napi Narkoba


Kemenkumham Godok Aturan untuk Rehabilitasi Napi Narkoba Dirjen PAS Kemenkumham Sri Puguh Budi Utami. (CNN Indonesia/Daniela)

Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkunham) sedang menggodok aturan hukum bagi pengguna dan pecandu narkoba yang telah menjalani masa tahanan untuk kemudian diserahkan kepada yayasan rehabilitasi.

Direktur Jenderal Pemasyarakatan  (Dirjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM Sri Puguh Budi Utami pihaknya mendapat tugas untuk segera merampungkan aturan tersebut dari Menkumham Yasonna H Laoly.

"Bapak menteri memerintahkan kepada kami untuk melakukan FGD dan membuat terobosan hukum. Setelah menjalani mungkin setengah masa pidana, diserahkan kepada yayasan untuk rehabilitasi atau dikembalikan kepada orang tua untuk direhab," kata Sri kepada wartawan saat ditemui di Jakarta, Kamis (7/11).

Ia mengatakan bila aturan tersebut telah rampung, diperkirakan sekitar 50 ribu narapidana akan mendapat rehabilitasi ketika sudah setengah waktu menjalani masa hukumannya.
Kendati demikian, dirinya belum merinci mengenai bakal seperti apa saja yang terdapat dalam aturan tersebut. Pasalnya, kata Sri Puguh, harus memastikan tahanan tersebut merupakan pengguna. Ia pun menegaskan, belum mempertimbangkan pemberian rehabilitasi tersebut untuk pengedar narkoba.

"Berapa jumlahnya gitu khusus mereka yang betul-betul pengguna. Jadi tidak juncto dengan (pasal lain) misalnya pengedar," jelas dia.

"Pengedar enggak, kita bicara pengguna dulu," tambah dia.

Aturan tersebut pun, kata Sri, bakal pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dalam pasal 127, dikatakan setiap pengguna narkoba pun berhak untuk mendapatkan rehabilitasi.

"Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial," tulis ayat 3 dalam Pasal 127 UU tersebut.

Aturan ini, kata Sri, dipersiapkan untuk mengatasi masalah kelebihan kapasitas di lembaga permasyarakatan (lapas). Kelebihan kapasitas lapas adalah 'persoalan klasik' yang dihadapi Ditjen PAS Kemenkumham. Hal tersebut pun diakui Menkumham Yasonna H Laoly periode lalu.

"Kita menyesalkan apa yang terjadi. Memang ini bukan kali pertama. Ada beberapa hal fundamental memang permasalahan kita di Indonesia yakni over kapasitas mendekati 500 persen," kata Yasonna saat meninjau Rutan Klas IIB Siak Sri Indrapura, Riau pada 13 Mei lalu.

Sejumlah cara telah dilakukan dilakukan, misalnya, pada Mei 2017 silam, Yasonna mewacanakan gagasan pemberian amnesti atau pengampunan hukuman bagi napi untuk menyelesaikan persoalan kelebihan kapasitas tersebut.



sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191107210128-12-446517/kemenkumham-godok-aturan-untuk-rehabilitasi-napi-narkoba
Share:

Komnas HAM Kritik Jaksa Agung soal Penuntasan Pelanggaran HAM


Komnas HAM Kritik Jaksa Agung soal Penuntasan Pelanggaran HAM Komisioner Komnas HAM Chairul Anam menanggapi pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin terkait hambatan penyelesaian pelanggaran HAM berat. (CNN Indonesiaa/ Bisma Septalisma)

Komisi Nasional Perlindungan Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengkritik pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang memaparkan hambatan penyelesaian sejumlah kasus pelanggaran HAM masa lalu di hadapan Komisi III DPR, Kamis (7/11).

Burhanuddin mengatakan penuntasan kasus terkendala berkas Komnas HAM yang dianggap tak lengkap dan ketiadaan pengadilan HAM ad hoc. Pernyataan itu, menurut Komisioner Komnas HAM Chairul Anam justru menunjukkan ketidakpahaman Burhanuddin terhadap proses hukum.

"Persoalannya pada kewenangan. Jaksa meminta tambahan bukti yang tidak memungkinkan, karena itu kewenangan penyidik, bukan penyelidik. Itu harusnya dilakukan oleh penyidik jaksa agung sendiri," kata Chairul Anam kepada CNNIndonedia.com melalui pesan singkat, Kamis (7/11).


Ia mengatakan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia mengatur kewenangan Komnas HAM sebagai penyelidik, sedangkan Kejaksaan Agung bertugas sebagai penyidik dalam penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM berat.

Sementara pengadilan HAM ad hoc, kata Anam, baru perlu dibentuk ketika berkas penyidikan sudah rampung. Penyelesaian berkas ini penting dikerjakan agar status perkara jelas.

"Apakah cukup bukti, sehingga bisa naik ke pengadilan plus menetapkan tersangka. Baru dibentuk pengadilannya. Jadi alurnya, penyelidikan dan penyidikannya kelar, baru dibuat pengadilan serta merta dibuat penuntutan. Proses jalan," jelas dia.

Komnas HAM Kritik Jaksa Agung soal Penuntasan Pelanggaran HAMJaksa Agung ST Burhanuddin. (CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono)
Jalan lain memecah kebuntuan penyelesaian kasus pelanggaran HAM, menurut Anam, jaksa agung bisa mengeluarkan surat perintah penyidik untuk penyelidik Komnas HAM lantas membentuk tim penyidik independen. Tokoh HAM juga penting dilibatkan untuk membangun kepercayaan publik.

"Jalan keluar yang bisa dilakukan oleh Jaksa Agung adalah membuat tim penyidik independen yang melibatkan tokoh HAM yang mengerti aturan-aturan HAM, baik nasional maupun internasional," tulis Anam dalam keterangan tertulis.

Namun faktanya hingga kini menurut Anam, Jaksa Agung malah tak kunjung bergegas menunaikan tugas dan kewenangan menyempurnakan berkas perkara tersebut.

"Kondisi ini seperti lagu lama diputar berulang kali, hanya mengganti penyanyinya saja," kata dia mengibaratkan.

Situasi tersebut menurut dia semakin memperlihatkan rendahnya komitmen Presiden Joko Widodo dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat. Terbukti, jaksa agung yang baru saja dipilih presiden itu dianggap tak memahami penanganan kasus.

"Padahal sangat jelas, presiden mendapat rapor merah terkait hal ini, dan memiliki kesempatan untuk memperbaikinya dengan menunjuk jaksa agung yang paham dan ingin melakukan penyelesaian pelanggaran HAM yang berat," ujar dia lagi.

Burhanuddin memaparkan kini ada 12 kasus pelanggaran HAM berat yang terparkir di Kejaksaan Agung. Sebanyak delapan di antaranya terjadi sebelum terbitnya Undang-Undang tentang Pengadilan HAM.

Kasus-kasus tersebut antara lain Tragedi 65/66, penembakan misterius pada 1982, tragedi Talangsari pada 1989, penculikan dan penghilangan paksa 1995-1998, Tragedi Trisakti-Semanggi I-Semanggi III pada 1998, peristiwa dukun santet di Banyuwangi pada 1998, insiden Rumoh Geudong Aceh pada 1989 dan insiden Dewantara atau Tragedi Krueng Geukueh pada 1999 yang dikenal dengan Tragedi Simpang KKA.

Sementara empat kasus lainnya terjadi setelah Undang-Undang Pengadilan HAM terbit yakni kasus Wasior Berdarah pada 2001, peristiwa Wamena Berdarah pada 2003, peristiwa Jambo Keupok pada 2003 dan, Paniai Berdarah pada 2014.

Menurut Burhanuddin, Komnas HAM telah menyelidiki ke-12 kasus tersebut namun dianggap belum memenuhi syarat formil juga materiil.


sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191107211536-12-446527/komnas-ham-kritik-jaksa-agung-soal-penuntasan-pelanggaran-ham
Share:

Recent Posts